Jumat, 19 April 2013

kerjasama antar agama


PENDAHULUAN
Kerja sama akan menimbulkan asimilasi yaitu  suatu proses yang ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat pada perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga berusaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.  Dalam masyarakat yang plural dari segi identitas agama, maka kerja sama, seperti halnya konflik, menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Kerja sama sehari-hari terjadi dalam bentuk interaksi yang sederhana dan rutin antar anggota kedua kelompok. Kerja sama ini terjadi dalam bentuk kunjungan antar tetangga, makan bersama, pesta bersama, mengizinkan anak-anak untuk bermain, saling membantu antar tetangga dan lain-lain. Sementara kerja sama  asosiasional terjadi dalam kelompok-kelompok yang lebih terorganisir seperti asosiasi bisnis, organisasi profesional, perkumpulan olah raga, atau perkumpulan antar anggota partai politik tertentu. Seiring dengan dinamika masyarakat perkotaan, kerja sama sehari-hari semakin sulit dilakukan. Oleh karena itu, kerja sama asosiasional menjadi pilihan untuk lebih mendekatkan hubungan antar kelompok masyarakat termasuk antar agama. 
         Kerja sama umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan  umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalammendirikan rumah ibadah harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hukum dan telah terdaftar di pemerintah daerah.



POKOK BAHASAN
1. Kerja sama dengan teman yang berbeda keyakinan, suku, Ras.
Kerja sama, atau kooperasi merujuk pada praktik seseorang atau kelompok yang lebih besar yang bekerja di khayalak dengan tujuan atau kemungkinan metode yang disetujui bersama secara umum, alih-alih bekerja secara terpisah dalam persaingan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kerja sama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama merupakan suatu bentuk proses sosial yang didalamnya terdapat persekutuan antara orang per orang atau kelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dapat juga terjadi karena orientasi individu terhadap kelompoknya sendiri atau kelompok lain. Kerja sama akan timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang  bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri sendiri untuk memenuhi kepentingan itu.  Kerja sama akan menimbulkan asimilasi yaitu suatu proses yang ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat pada perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga  berusaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.  Dalam masyarakat yang plural dari segi identitas agama, maka kerja sama, seperti halnya konflik, menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Kerja sama sehari-hari terjadi dalam bentuk interaksi yang sederhana dan rutin antar anggota kedua kelompok. Kerja sama ini terjadi dalam bentuk kunjungan antar tetangga, makan bersama, pesta bersama, mengizinkan anak-anak untuk bermain, saling membantu antar tetangga dan lain-lain. Sementara kerja sama asosiasional terjadi dalam kelompok-kelompok yang lebih terorganisir seperti asosiasi bisnis, organisasi profesional, perkumpulan olah raga, atau perkumpulan antar anggota partai politik tertentu. Seiring dengan dinamika masyarakat perkotaan, kerja sama sehari-hari semakin sulit dilakukan. Oleh karena itu, kerja sama asosiasional menjadi pilihan untuk lebih mendekatkan hubungan antar kelompok masyarakat termasuk antar agama.  Kerja sama umat bragama yaitu hubungan sesama umat  beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan  pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah  harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum dan telah terdaftar di pemerintah daerah.  Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya. Lingkup  ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instansi vertikal, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.  Sesuai dengan tingkatannya Forum Kerukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif dengan tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan.  Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;
1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi  antar umat beragama
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara atau Pemerintah. 
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara. 


Kerja sama antar umat beragama
Memahami dan mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat  yang taat beragama saja. Agama  dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa agama yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep anutan kepercayaan, tetapi dampak sosial yang lahir dari pelaksanaan ajaran agama secara konsekwen dapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.
Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa,nilai-nilai ajaran agama menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan kebenaran dan keadilan.
Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkatan terhadap makna agama, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal.
Universalisme pada agama dapat dibuktikan anatara lain dari segi agama, dan sosiolog. Dari segi agama, ajaran menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang homogen hanya denga tindakan yang sangat mudah ,yakni membaca alkitab atau al-qur’an .
Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama , dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat beragama secara khususu untuk menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran Alkitab dan Al-Qur’an tanpa mengurangi universalisme. Melihat agama di atas tampak bahwa esensi ajaran agama terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian.;menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran agama menjadi dasar bagi hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan agama.
Hubungan antara agama satu dengan penganut agama lain tidak dilarang, kecuali bekerja sama dalam persoalan ibadah. persoalan tersebut merupakan hak intern umat beragama yang tidak boleh dicampuri pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja sama yang baik. Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran agama. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.
http://lampung.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=15012
a. Karakteristik Individu dan Status Sosial Ekonomi
Kelompok status merupakan penggolongan individu dalam lapisan sosial berdasarkan penghormatan atau prestise (prestige),  seperti yang dinyatakan dalam gaya hidup mereka. Sedangkan dimensi  kekuasaan dicerminkan dari kesempatan seseorang untuk melakukan keinginannya dalam tindakan komunal. Dengan kata lain susunan lapisan sosial yang berdasarkan dimensi kekuasaan dipandang dari segi  adanya kesempatan untuk memperoleh atau mewujudkan  keinginan, yang tidak sama bagi setiap individu. Lebih lanjut, beberapa pendapat dan hasil penelitian mengkaitkan ketiga aspek struktural tersebut di atas, ternyata berhubungan secara signifikan dengan karakteristik individu anggota sistem sosial itu. Oleh sebab itu karakteristik individu dan status sosial ekonomi seseorang berpengaruh terhadap kerja sama.
b. Sikap Keberagamaan
Tiga macam sikap keberagamaan yaitu:
(1) Eksklusivisme.
Sikap ini cenderung memutlakkan kebenaran pendapatnya (dalam hal ini  agamanya) sendiri, dengan meniadakan sama sekali akan kebenaran di luar agamanya. Sikap seperti ini tentu saja tidak menguntungkan bagi kerukunan dan kerja sama antarumat beragama.
(2) Inklusivisme.
Sikap ini cenderung untuk menginterpretasikan kembali teks-teks keagamaan, sehingga interpretasi tersebut tidak hanya cocok tetapi juga dapat diterima. Tegasnya, ia meyakini agamanya yang paling benar, tetapi dalam waktu bersamaan ia mengakui agama-agama juga boleh jadi memiliki kebenaran, dan ia tidak mempermasalahkan adanya agama-agama lain tersebut.
(3) Paralelisme/pluralisme.
Sikap ini memandang agama sebagai sesuatu yang jauh dari  sempurna, namun juga agama dipahami sebagai simbol dari jalan yang benar. Tegasnya, sikap ini memandang agama yang dipeluknya adalah benar dan agama lainnya juga memiliki kebenarannya masing-masing. 
c. Tingkat Kepercayaan (Trust)
Konsep trust merupakan inti kepercayaan ataupun rasa saling percaya antar manusia senyatanya terdiri dari tiga  hal yang saling terkait yaitu menyangkut hubungan sosial antara dua orang atau lebih. Selain itu kepercayaan mengandung adanya harapan menunjuk pada suatu yang akan terjadi di masa datang, dan hal ini berhubungan dengan sesuatu yang menjadi cita-cita untuk dicapai. Terakhir, inti rasa saling percaya itu adalah adanya tindakan sosial atau interaksi sosial sebagai buah dari rasa saling percaya. Dengan demikian maka tingkat kepercayaan yang dimaksudkan adalah hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. Faktor-faktor yang ditengarai mempengaruhi seseorang bersedia atau tidak bersedia untuk melakukan kerja sama adalah karakteristik individu, status sosial ekonomi, sikap keberagamaan dan tingkat kepercayaan/trust terhadap umat beragama lain.
1) Hubungan Karakteristik Individu dengan Sikap Keberagamaan,
Karakteristik individu merupakan ciri khas dari seorang individu. Karakter individu ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tingkat pendidikan yang dia capai, pengetahuan agama yang dia peroleh, lokasi dimana dia tinggal, dan latar belakang pekerjaan. Sedangkan sikap keberagamaan adalah sikap seseorang terhadap orang lain dalam hal yang berkaitan dengan agama. Sikap keberagamaan itu bisa terwujud berupa dapat menerima keberadaan orang yang beragama lain (inklusif), atau dia menolak keberadaan penganut agama lain (ekslusif). Sikap keberagamaan seseorang dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu. Bagi seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang cukup tinggi, pengetahuan agama yang mendalam, tinggal dalam budaya yang terbuka, dan mempunyai pekerjaan yang memadai, diperkirakan akan memiliki hubungan dengan sikap keberagamaannya terhadap orang lain, demikian pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan rendah, memiliki pengetahuan agama yang sempit, berasal dari budaya yang tertutup, dan tidak memiliki pekerjaan  yang tetap akan mempunyai hubungan yang berbeda nyata dalam masalah sikap keberagamaan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini diasumsikan bahwa karakteristik individu mempunyai  hubungan dengan sikap keberagamaan.
2) Hubungan Karakteristik Individu dengan Tingkat Kepercayaan (Trust).
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa karakteristik individu ditentukan oleh berbagai faktor seperti tingkat pendidikan yang diperoleh, pengetahuan agama yang dimiliki, lokasi  dimana mereka tinggal (setting budaya), dan latar belakang pekerjaan. Sedangkan tingkat kepercayaan adalah sejauh mana seseorang yang berbeda agama itu dapat dipercaya. Seseorang yang mempunyai pendidkan yang tinggi, akan selalu menggunakan rasionya dalam mengadakan kontak dengan orang lain, oleh sebab itu mereka yang berpendidikan tinggi akan selalu berpikir positif thingking terhadap orang lain, sehingga tidak gampang curiga terhadap orang lain. Demkian pula seseorang yang memiliki pengetahuan agama yang luas, tidak mudah curiga terhadap penganut agama lain, sehingga mudah untuk memiliki  trust terhadap orang yang berbeda agama. Faktor budaya dan pekerjaan juga mempunyai hubungan dengan trust. Di Manado umpamanya karena adanya budaya yang terbuka dan semboyan Torang Samua Basudara sangat mudah memunculkan trust diantara mereka yang berbeda agama. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa karakteristik individu mempunyai hubungan dengan tingkat kepercayaan (Trust).
3) Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial Ekonomi  terhadap Eksklusivitas dan Inklusivitas.
Akses informasi adalah kemudahan/ kemampuan seseorang untuk menyerap informasi dari berbagai sumber, seperti surat kabar, majalah, radio dan televisi. Bagi mereka yang mempunyai kemudahan untuk menyerap informasi maka mereka akan kaya terhadap berbagai informasi yang diperolehnya dari  berbagai sumber tersebut. Kekayaan informasi yang dimilikinya tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat eksklusivitas sikap keberagamaannya. Diperkirakan mereka yang sangat sedikit menyerap informasi akan mempunyai sikap keberagamaan yang eksklusive, sebab mereka kurang mengenal akan keberadaan kelompok lain. Demikian pula mereka yang mempunyai  status sosial ekonomi yang tergolong menengah keatas, akan banyak bergaul dengan orang dari berbagai suku dan agama yang berbeda, dengan demikian diharapkan mereka dapat menerima keberadaan orang lain yang berbeda. Tetapi sebaliknya bagi mereka yang tingkat status sosial ekonominya tergolong rendah,  pergaulannya terbatas pada kelompok yang berada disekitarnya, sehingga cendrung untuk bersikap hati-hati terhadap keberadaan kelompok lain, sehingga sikap keberagamaannya cendrung bersifak eksklusive.
4) Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial Ekonomi  Terhadap Trust Berdimensi Ekspektasi.
Akses informasi dan status sosial ekonomi diasumsikan mempunyai pengaruh terhadap trust berdimensi ekspektasi. Setiap orang akan mempunyai kepercayaan terhadap orang lain bila orang tersebut diperkirakan akan memberikan keuntungan baginya atau 8 kedua belah pihak, Harapan akan keberuntungan itu akan muncul melalui informasi yang diperolehnya, dan status sosial ekonomi orang yang berinteraksi dengannya. Dengan status sosial ekonomi yang memadai dimiliki oleh seseorang, ia akan dengan mudah dipercaya bila ia ingin meminjam sesuatu barang yang berharga, karena dengan harapan kalau terjadi sesuatu terhadap barang yang dipinjamnya dia akan mampu untuk menggantinya. Lain halnya terhadap mereka yang eknominya tergolong rendah, seseorang akan merasa ragu-ragu untuk meminjamkan barang berharga milikinya,sebab kalau terjadi sesuatu, orang tersebut tidak mampu untuk menggantinya.
5) Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial Ekonomi  Terhadap Trust Berdimensi Hubungan Sosial.
Akses informasi dan status sosial ekonomi diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap trust berdimensi hubungan sosial. Hubungan sosial dalam masyarakat yang semakin maju, sulit untuk dihindari. Oleh sebab itu perlu ditumbuhkan trust yang berdimensi hubungan sosial. Untuk dapat menumbuhkan trust yang berdimensi hubungan sosial, maka akses informasi terhadap berbagai kelompok perlu dibuka dengan lebar. Demikian pula kesenjangan ekonomi diantara penduduk perlu dibatasi, agar tidak muncul kecemburuan sosial. Kecemburuan sosial akan menghilangkan trust terhadap kelompok lain.
6) Pengaruh Akses Informasi, Status Sosial Ekonomi, Sikap Keberagamaan, Dan Trust Terhadap Kerja sama Antarumat Beragama.
Variabel inti dari penelitian ini adalah Kerja sama antarumat beragama. Kerja sama antarumat beragama tersebut dipengaruhi oleh tingkat akses informasi, keadaan sosial ekonomi, sikap keberagamaan dan trust, Akses informasi diasumsikan mempunyai pengaruh terhadap kerja sama. Informasi yang kurang memadai 9 terhadap kelompok lain yang berbeda agama, sering menimbulkan kecurigaan dan issu-issu yang kurang menguntungkan. Dikalangan umat Islam umpamanya, dengan munculnya banyak gereja disuatu daerah sering dimunculkan issu Kristenisasi, hal itu disebabkan kurangnya informasi tentang keberadaan aliran-aliran keagamaan didalam agama Kristen. Dimana diantara aliran-aliran tersebut tidak dapat menggunakan gereja yang sama untuk beribadah, berbeda dengan umat Islam bisa beribadah di masjid mana saja dia mau. Kurangnya informasi tersebut antara lain berpengaruh terhadap kerja sama antarumat beragama. Status sosial ekonomi seseorang diperkirakan berpengaruh terhadap kerja sama antarumat beragama. Seseorang yang mempunyai status sosial ekonomi yang memadai, dalammenjalankan roda perekonomiannya, cendrung untuk berhubungan dengan orang lain yang berbeda baik suku maupun agama. Begitu pula seseorang yang memiliki usaha tertentu, biasanya merekrut pegawai yang profesional dengan tanpa melihat latar belakang agamanya. Oleh sebab itu diperkirakan status sosial ekonomi seseorang berpengaruh terhadap kerja sama antar umat beragama. Sikap keberagamaan diasumsikan mempunyai pengaruh terhadap kerja sama antarumat beragama. Seseorang untuk dapat bekerja sama dengan orang lain, didorong oleh sikapnya terhadap orang atau kelompok tersebut. Kalau sikapnya tidak menghargai orang atau kelompok lain, maka sudah barang tentu akan sulit untuk menciptakan kerja sama diantara mereka. Sebaliknya  bila seseorang mempunyai sikap terbuka, tolerans dan menghargai orang atau kelompok lain, maka sangat terbuka untuk membangun kerja sama diantara mereka yang berbeda agama. Maka kerja sama tersebut dapat diwujudkan, tergantung pada sikap keberagamaan seseorang. Kerja sama antarumat beragama dapat tercipta bila diantara merekaterdapat rasa saling percaya. Bila rasa saling percaya itu belum tumbuh pada masing-masing kelompok agama, sangat sukar untuk menciptakan kerja sama antar umat beragama. Untuk menumbuhkan rasa saling percaya tersebut, perlu dilakukan semacam dialog, seminar, temu karya, untuk membicarakan hal-hal yang kemungkinan dapat dikerja samakan. Dalam kerja sama rasa saling percaya itu sangat diperlukan. Oleh sebab itu diasumsikan bahwa trust mempunyai pengaruh terhadap kerja sama  antarumat beragama.



2. Manfaat Kerjasama Antar Umat Beragama
Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan  memberikan stabilitas dan kemajuan Negara. Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa."Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta.  Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di Indonesia pada dasarnya  telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering muncul. Menurut dia, kondisi yang demikian menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama tidak bersifat imun melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial yang terus berkembang. "Karena itu upaya memelihara kerukunan harus dilakukan secara komprehensif, terus-menerus, tidak boleh berhenti," katanya.  Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan. Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama," katanya. Kita sekarang membahas masalah yang amat relevan dengan perkembangan pembangunan bangsa ini bersamasama, dengan melibatkan berbagai organisasi kecendekiawanan dari bermacam-macam agama. Ini berarti langsung atau tidak langsung mengasumsikan adanya kemungkinan kita bertemu dalam suatu landasan bersama (common platform). Maka sekarang pertanyaannya ialah, adakah titik-temu agama-agama ? Pertanyaan yang hampir harian itu kita ketahui mengundang jawaban yang bervariasi dari ujung keujung, sejak dari yang tegas mengatakan "ada", kemudian yang ragu dan tidak tahu pasti secara sekptis atau agnostis, sampai kepada yang tegas mengingkarinya. Mungkin, mengikuti wisdom lama, yang benar ada disuatu posisi antara kedua ujung itu, berupa suatu sikap yang tidak secara simplistik meniadakan atau mengadakan, juga bukan sikap ragu dan penuh kebimbangan. Karena kita bangsa Indonesia sering membanggakan atau dibanggak sebagai bangsa yang bertoleransi dan berkerukunan agama yang tinggi, maka barangkali cukup logis jika jawaban atas pertanyaan diatas kita mulai dengan suatu sikap afirmatif. Sebab logika toleransi, apalagi kerukunan ialah saling pengertian dan penghargaan, yang pada urutannya mengandung logika titik-temu, meskipun, tentu saja, terbatas hanya kepada hal-hal prinsipil. Hal-hal rinci, seprti ekspresi -ekspresi simbolik dan formalistik, tentu sulit dipertemukan. Masing-masing agama, bahkan sesungguhnya masing-masing kelompok intern suatu agama tertentu sendiri, mempunyai idiomnya yang khas dan bersifat esoterik.
3. Hubungan Antar Agama
Walaupun pemerintah Indonesia mengenali sejumlah agama berbeda, konflik antar agama kadang-kadang tidak terelakkan. Di masa Orde Baru, Soeharto mengeluarkan perundang-undangan yang oleh beberapa kalangan dirasa sebagai anti Tionghoa. Presiden Soeharto mencoba membatasi apapun yang berhubungan dengan budaya Tionghoa, mencakup nama dan agama. Sebagai hasilnya, Buddha dan Khonghucu telah diasingkan.
Antara 1966 dan 1998, Soeharto berikhtiar untuk de-Islamisasi pemerintahan, dengan memberikan proporsi lebih besar terhadap orang-orang Kristen di dalam kabinet. Namun pada awal 1990-an, isu Islamisasi yang muncul, dan militer terbelah menjadi dua kelompok, nasionalis dan Islam. Golongan Islam, yang dipimpin oleh Jenderal Prabowo, berpihak pada Islamisasi, sedangkan Jenderal Wiranto dari golongan nasionalis, berpegang pada negara sekuler.
Semasa era Soeharto, program transmigrasi di Indonesia dilanjutkan, setelah diaktifkan oleh pemerintahan Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Maksud program ini adalah untuk memindahkan penduduk dari daerah padat seperti pulau Jawa, Bali dan Madura ke daerah yang lebih sedikit penduduknya, seperti Ambon, kepulauan Sunda dan Papua. Kebijakan ini mendapatkan banyak kritik, dianggap sebagai kolonisasi oleh orang-orang Jawa dan Madura, yang membawa agama Islam ke daerah non-Muslim. Penduduk di wilayah barat Indonesia kebanyakan adalah orang Islam dengan Kristen merupakan minoritas kecil, sedangkan daerah timur, populasi Kristen adalah sama atau bahkan lebih besar dibanding populasi orang Islam. Hal ini bahkan telah menjadi pendorong utama terjadinya konflik antar agama dan ras di wilayah timur Indonesia, seperti kasus Poso pada tahun 2005.
Pemerintah telah berniat untuk mengurangi konflik atau ketegangan tersebut dengan pengusulan kerjasama antar agama. Kementerian Luar Negeri, bersama dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, yang dipegang oleh Sarjana Islam Internasional, memperkenalkan ajaran Islam moderat, yang mana dipercaya akan mengurangi ketegangan tersebut. Pada 6 Desember 2004, dibuka konferensi antar agama yang bertema “Dialog Kooperasi Antar Agama: Masyarakat Yang Membangun dan Keselarasan”. Negara-negara yang hadir di dalam konferensi itu ialah negara-negara anggota ASEAN, Australia, Timor Timur, Selandia Baru dan Papua Nugini, yang dimaksudkan untuk mendiskusikan kemungkinan kerjasama antar kelompok agama berbeda di dalam meminimalkan konflik antar agama di Indonesia. Pemerintah Australia, yang diwakili oleh menteri luar negerinya, Alexander Downer, sangat mendukung konferensi tersebut.
4. Dari Dialog Ke Kerjasama
Dialog dan kerjasama adalah dua hal yang bertalian satu sama lain.Tidak ada kerjasama yang tanpa didahului oleh dialog. Dan dialog yang tidak berlanjut pada kerjasama merupakan dialog setengah hati, bahkan verbalisme. Di Indonesia, rintisan yang dilakukan oleh berbagai lembaga dialog, mulai mengarah kepada aksi aksi kolaboratif yang melibatkan berbagai kalangan agama. Mereka tidak berhenti hanya sekedar duduk berdiskusi. Dalam konteks ini patut disebut lembaga-lembaga semacam Institute for Interfaith Dialogue in Indonesia atau dialog antar Iman, disingkat Interfidei/Dian di Yogyakarta, dan Masyarakat Dialog Antar Agama ( MADIA ) di Jakarta. Kedua lembaga itu lahir untuk merespon kebutuhan ummat beragama akan dialog dialog yang mungkin dilakukan diantara mereka. Keduanya juga banyak berkiprah pada kegiatan kolaboratif antar agama. Lebih awal dari dua lembaga tersebut adalah Paramadina di Jakarta. Lembaga yang didirikan oleh Nurcholish Madjid Dkk, pada tahun 1986.Lembaga ini merupakan ajang pertemuan bagi berbagai kalangan agama untuk berdialog secara bebas dan terbuka, namun tetap dalam syasana kekeluargaan dan persaudaraan. Lembaga ini juga mendirikan SOSMA ( Sosial Paramadina ) yang menghususkan diri pada kegiatan pelayanan dan aksi sosial. Ada banyak bentuk dialog dan kerjasama, atau gabungan antara dialog dan kerjasama yang bisa dilakukan oleh kalangan lintas agama. Kerjasama tersebut bisa di sesuaikan dengan kebutuhan lokal para pemeluk agama itu sendiri. Azsyumardi Azra menyebut bidang-bidang yang bisa menjadi lahan garapan bersama adalah pada tingkatan etis, sosial,politis dan ekonomis.Tentu kita bisa menambahkan bidang bidang garapan yang lain sesuai kebutuhan dan kemampuan. Juga patut dipertimbangkan lingkup di mana aktivitas kerjasama itu dilakukan. Lingkup sosial terkecil seperti keluarga, tentu berbeda dengan lingkungan sekolah, dan berbeda pula dengan lingkungan masyarakat. Kenndati demikian, ketiganya saling berkaitan, entah dalam pengertian positif atau negatif. Diantara bentuk kerjasama yang paling mudah dan paling sering dilakukan adalah aliansi antar agama untuk tujuan-tujuan spesifik, seperti:
[1] aliansi antar agama untuk penangkalan narkoba,
[2] aliansi antar agama untuk pemberantasan judi,
[3] aliansi antar agama untuk pemberantasan pornografi,
[4] aliansi lintas agama untuk memerangi minuman keras,
[5]aliansi antar agama untuk penanganan kriminalitas,dan
[6] aliansi antar agama untuk penyantunan sosial.
KOMENTAR
Dari pokok bahasan di atas, kita dapat menguraikan komentar bahwa : kita sebagai umat yang beragama hendaknya menerapkan budaya saling bekerjasama antar satu sama lain walaupun dibatasi dengan perbedaan agama, akan tetapi hal itu bukanlah sebuah alasan untuk kita menghindari orang yang berbeda keyakinan dengan kita dan tidak mau bekerjasama dengan mereka. Karena kita tahu bahwa negara kita yaitu negara Indonesia memiliki beragam suku, ras dan agama, untuk itu kita harus bisa saling menghargai, menghormati dan saling tengang rasa terhadap agama yang di anut oleh rekan kita yang berbeda kepercayaan.
Kerja sama akan menimbulkan asimilasi yaitu suatu proses yang ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat pada perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga  berusaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama. Karena dengan adanya suatu kerjasama, kita dapat menghindari berbagai konflik yang bisa saja terjadi di antara kita dan menghindari sikap ketidak adilan terhadap mereka yang lain agamanya.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran agama. Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan. Dari sudut pandang itulah kita sebgai umat manusia yang menganut agama yang berbeda dapat membentuk suatu kerjasama yang baik dan tanpa harus bekerjasama dengan orang-orang yang se-iman saja dan mengasingkan orang yang berbeda keyakinan karena hal itu sebuah kesalahan yang besar juka kita mengucilkan mereka.
Dari sebuah kerjasama tersebut, kita dapat mengambil banyak manfaat didalamnya karena kita bisa mengenal kepercayaan kerabat kita tersebut, menghindari konflik, menghindari sikap saling melecehkan agama orang lain dan saling menghargai sesuai dengan isi dari sila-sila Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum negara kita.
PENUTUP
a.      Kesimpulan
           Kerja sama antar umat beragama dapat tercipta bila diantara mereka terdapat rasa saling percaya. Bila rasa saling percaya itu belum tumbuh pada masing-masing kelompok agama, sangat sukar untuk menciptakan kerja sama antar umat beragama. Untuk menumbuhkan rasa saling  percaya tersebut, perlu dilakukan semacam dialog, seminar, temu karya, untuk membicarakan hal-hal yang kemungkinan dapat dikerja samakan. Dalam kerja sama rasa saling percaya itu sangat diperlukan. Oleh sebab itu diasumsikan bahwa trust mempunyai pengaruh terhadap kerja sama antarumat beragama.
b.      Saran
Agar terciptanya kerjasama antar umat beragama berjalan dengan baik, maka hendaknya saling menghargai satu sama lain, menerapkan sikap toleransi beragama dan tidak saling membeda-bedakan. Apalagi kita sebagai warga indonesia yang memiliki banyak anutan agama yang berbeda-beda, harus saling menghargai dan tidak saling menjelek-jelekan agama orang lain karena hal itu dapat menimbulkan konflik dan kecemburuan sosial sehingga dapat menimbulkan hal yang tidak diinginkan untuk terjadi. Untuk itu kita perlu saling menjaga sikap masing-masing dengan kesadaran diri pribadi, tnpa mengikuti egoisme. Kerjasama umat beragama bisa dijaling dengan berbagai cara seperti dialog, diskusi, mengadakan suatu kegiatan, atau pertemuan antar agama, silaturahmi dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Abu bakar, Suardi, Kewarganegaraan 1 Menuju Masyarakat Madani, Yudistira, Jakarta, 2002
Arifin, Asrul, Mahasiswa Universitas Islam As-Syafi’iyah, Jatiwaringin Buku Paket PKn MI, Pendidikan Kewarganegaraan Menjadi WargaNegara YangBaik, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008
Daja Burhanudin, dkk, Agama dalam Dinamika Sosial Budaya, insight Reference, 2009
Sekretariat Jendral MPR, Buku Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, MPR, 2010
Tim Konsorsium 7 PTAI, Junaedi, dkk,  Bahan Perkuliahan Pendidikan  Kewarganegaraan,  IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Tarbiyah, 2008
Yusuf, Ali Anwar , Wawasan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2002
Shaw, E. "Indonesian Religions". "Overview of World Religions". Retrieved September 8, 2006
http://safrilblog.wordpress.com/2012/03/06/kewajiban-warga-negara-softskill/
http://syadiashare.com/hak-dan-kewajiban-warga-negara.html







Tidak ada komentar:

Posting Komentar